Cut Nyak Dhien
Berbicara masalah gender, Aceh dapat dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia. Sejarah panjang yang dimiliki daerah ini membuktikan bahwa para wanita Aceh telah mendarmabaktikan dirinya dalam berbagai bidang, baik sebagai pemimpin di tingkat paling rendah sampai dengan pemimpin tertinggi di masyarakat. Dalam struktur masyarakat wanita mempunyai otonomi yang cukup, yang mana tampak pada sebutan po rumoh bagi wanita. (Sufi, 1997). Di bidang lain terlihat dari adanya wanita yang menjadi Sultanah (wanita kepala pemerintahan Kerajaan Aceh), laksamana (pemimpm angkatan perang), uleebalang (kepala kenegerian) dan tidak sedikit yang berperan sebapai pemimpin perlawanan terhadap penjajah.
Peran wanita di Aceh dalam bidang peperangan secara panjang lebar telah diuraikan oleh H.C. Zentgraff. Dia menyebut para wanita Aceh sebagai "de leidster van het verzet" (pemimpin perlawanan) dan grandes dames (wanita-wanita besar). Keberanian dan kesatriaan wanita Aceh melebihi segala wanita yang lain, lebih-lebih dalam mempertahankan cita-cita kebangsaan dan keagamaannya dan ia berada, baik di belakang layar maupun secara terang-terangan menjadi pemimpin perlawanan tersebut. la rela menerima hidup dalam kancah peperangan. Di balik tangan yang sifat lemah-lembut, kulit halus, kelewang dan rencong dapat menjadi senjata yang berbahaya di tangan wanita Aceh.
-
Meski Covid-19, Aceh Masih Bisa Berbuat Lebih Baik untuk Pertumbuhan Ekonomi
Kamis, 23 Juli 2020 -
Pemerintah Keluarkan Edaran Libur Idul Adha
Kamis, 23 Juli 2020 -
Sektor Pariwisata Aceh Harus Siapkan Diri dengan Konsep New Normal
Kamis, 23 Juli 2020 -
Tujuh Pasien Covid-19 Sembuh, Hasil Tracing Ditemukan Tujuh Kasus Baru
Kamis, 23 Juli 2020 -
Plt Gubernur Bersama Kepala SKPA Gelar Do’a untuk Kesembuhan Pasien Covid-19 Secara Daring
Rabu, 22 Juli 2020