Selamat Datang di Situs Resmi Pemerintah Aceh

Riwayat Seabad Museum Aceh

Kategori : Sejarah Kamis, 04 Januari 2018 - Oleh opt4

Banda Aceh – Museum Aceh termasuk yang tertua di Indonesia. Usianya saja sudah 100 tahun. Berdiri di Jalan SA Mahmudsyah, Kota Banda Aceh, museum ini dulunya hanya sebuah pavilium berbentuk Rumoh Aceh.

Museum ini berdiri dari masa Pemerintahan Hindia Belanda. Pemakaiannya diresmikan Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh, Jenderal HNA Swart pada 31 Juli 1915.

Sebelum dijadikan museum, pavilium itu sempat diikutkan dalam pameran De Koloniale Tentoosteling diselenggarakan Belanda di Semarang, 13 Agustus-15 November 1914.

Pavilium dari Aceh memamerkan koleksi yang sebagian besar milik FW Stammeshaus, kurator pertama Museum Aceh. Selebihnya ada benda-benda pusaka dari pembesar Aceh, sehingga koleksinya paling lengkap.

Pavilium Aceh dinobatkan yang terbaik dalam expo tersebut dengan meraih empat medali emas, 11 perak dan tiga perunggu. Tergugah dengan prestasi itu, Stammeshaus kemudian mengusulkan agar pavilium itu dibawa pulang ke Aceh. “Kemudian dijadikan museum,” tukas Reza Pahlevi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, beberapa waktu lalu.

Pavilium itu kemudian dikembalikan ke Aceh dan diresmikan sebagai Museum Aceh. Lokasi awalnya di sisi timur Lapangan Blang Padang, Kutaraja (kini Banda Aceh).

Usai Indonesia merdeka, museum ini jadi milik Pemerintah Aceh. Pada 1969, museum ini dipindah ke sisi Jalan SA Mahmudsyah atas prakarsa Panglima Kodam I, Brigjen Teuku Hamzah Bendahara. Pengelolaannya diserahkan ke Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis).

Lima tahun kemudian museum ini direhabilitasi. Selain Rumoh Aceh, di atas lahan 10.800 meter persegi itu juga mulai berdiri gedung pameran tetap, gedung pertemuan, gedung pameran temporer, perpustakaan, laboratorium, gedung galery dan rumah dinas. Koleksinya juga terus ditambah.

Tahun 1975 pengelolaan museum ini diserahkan ke Depertemen Kebudayaan dan Pendidikan. Terhitung 28 Mei 1979, statusnya dinaikkan jadi Museum Negeri Aceh. Peresmiannya oleh Daod Yoesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu pada 1 September 1980.

Baru 20 tahun kemudian kewenangan penyelenggaran museum ini diserahkan ke Pemerintah Daerah Aceh, dan hingga kini masih berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Aceh.

Museum ini tak mengalami kerusakan saat tsunami menerjang Aceh, 26 Desember 2004. Namun beberapa karyawannya jadi korban.

Museum Negeri Aceh kini menjadi salah satu destanasi yang sering dikunjungi wisatawan di Banda Aceh. Diarea museum ini terdapat makam raja-raja Aceh, gapura kuno, dan lonceng Cakradonya hadiah Kaisar Tiongkok kepada Kerajaan Samudera Pasai yang dibawa Laksamana Cheng Ho pada abad 15.

Museum Aceh memiliki ribuan koleksi baik berupa arkeologi, manuskrip, etnografika, seni rupa, geologika, diorama yang menyirat kekayaan budaya, tradisi, flora, fauna, dan lainnya. Benda-benda itu sebagian besar dikoleksi di gedung ruang pamer berlantai empat.

Berbagai koleksi itu bisa menggambarkan jejak perjalanan sejarah peradaban dan kekayaan budaya, tradisi, warisan pusaka di Aceh dari masa ke masa.

Menurut Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, jejak sejarah dan budaya itu bisa dijadikan sarana pembelajaran dan daya tarik pariwisata. Dia mengajak masyarakat terutama generasi muda agar datang ke museum, meningkatkan wawasan.

 

Sumber: http://www.bandaacehtourism.com/

 

Last Update Generator: 21 May 2024 00:36:40